
Si Senin, bukankah ia terasa begitu kelabu antara mengungkapkan pengalaman baru dan menghabiskan sisa terik yang menganggu. Ya, sebut saja si Senin. Banyak yang menganggap bahwa ia begitu menyebalkan. Ketika fajar bersiul untuk pagi hari hanya untuk menjelaskan betapa pekerjaan dan kenyataan harus segera dihadapi. Mereka sepakat mengumpulkan banyak tenaga untuk mengahadapi si Senin. Menyerang bukan jawaban. Mengajaknya berbagi tempat untuk tersenyum sepanjang hari adalah jawaban.
Kebanyakan mereka yang benci si Senin merasa seolah-olah sedang bertarung dengan lawan. Mereka mengahajar tapi tak kena. Mereka memukul tapi tak bisa. Kehidupan berlanjut hingga senja menutup.
Si Senin, sebutan yang tak asing bagi mereka yang menyukainya. Begitu menggugah mengenalnya kembali, setelah tujuh hari lamanya. Mengenalnya sedemikian rupa, mencoba mengembalikan tenaga dan pengalaman. Mereka mewarnai si Senin dengan hari yang cerah, katanya. Suatu saat mereka akan mengetahui rahasia-rahasia si Senin.
Tak banyak yang menanti hadirnya, pun tak ada yang tahu apa penyebab si Senin tak pernah lekang oleh waktu. Bukankah semua tahu bahwa satu minggu itu mempunyai tujuh keturunan, tapi mengapa banyak yang tidak menyukai si Senin.
Apakah mereka yakin dengan presepsi mereka? Menyatakan tanpa adanya bukti. Ah, begitu rumitkah persoalan mengenai si Senin ini sampai-sampai mereka rela meloloskan diri dari kenyataan. Tapi tahu kah kalian? Sebenarnya dia menyebut dirinya "Memayu Hayuning Bawono" (berbuat baik bagi dunia).
Bagaimana menurut kamu? Iya, aku sedang bertanya. [Zey]
KOMENTAR