Ilustrasi |
Pada titik ini, emosi Riley mulai labil, mudah tergoncang. Emosi Riley digambarkan melalui lima mahluk mirip manusia yang mewakili kondisi psikologisnya. Kelima mahluk tersebut adalah Joy (kebahagiaan), Sadness (kesedihan), Fear (ketakutan), Disgust (kejijikan), dan Anger (kemarahan). Mereka berlima mengendalikan emosi dan pikiran Riley. Mengumpulkan dan menyimpan setiap kenangan yang dialami olehnya dalam sebuah bola ingatan.
Kehidupan Riley dijalani dengan ceria karena jalan pikirannya lebih banyak dikendalikan oleh Joy. Sehingga terciptalah bola ingatan inti yang menjadi kenangan paling berhaga dan tak terlupakan oleh Riley. Joy menjadi emosi yang gila kontrol, sebisa mungkin ia mencegah emosi lainnya untuk mengendalikan pikiran Riley. Konflik muncul ketika Sadness mulai merusak ingatan inti tersebut, hingga pada akhirnya ia menyeret Joy keluar dari pikiran Riley. Mereka berdua terdampar dalam bank memori Riley, dan tak bisa menemukan jalan kembali.
Selama kepergian Joy dan Sadness, emosi Riley hanya dikendalikan oleh tiga perasaan, Fear, Disgust, dan Anger. Akibatnya Riley hanya bisa merasakan ketakutan, kejijikan, dan kemarahan, ia menjadi semakin labil. Hingga akhirnya Riley memilih untuk kabur dari rumah, suatu tindakan yang belum pernah ia lakukan sebelumnya.
Menurut seorang Psikolog di American University, Nathaniel Herr, penggambaran emosi manusia dalam film ini memang lebih akurat dibandingkan dengan konsep psikodinamika manusia. Meskipun banyak bagian dalam film yang disutradarai oleh Pete Docter ini yang terkesan berlebihan. Dalam film ini emosi Riley didominasi oleh Joy, sang pengendali kebahagiaan. Ketika manusia tertidur nyenyak, maka terdapat peluang lebih besar bagi pikiran manusia untuk mempererat kembali kenangan paling penting yang mengendap dalam pikirannya.
Nathaniel pun mengungkapkan bahwa film ini telah berhasil menggambarkan cara berpikir manusia dengan sangat akurat. Inside Out menampilkan kenangan tertentu yang dialami Riley sebagai sebuah kesedihan, padahal sebenarnya dalam kesedihan tersbut juga terdapat sebuah kebahagiaan. Dalam kehidupan nyata, manusia sering mengasah hanya satu memorinya saja dan mengabaikan memori lainnya. Akibatnya emosi yang dihasilkan pun hanya terfokus pada satu jenis emosi saja.
Seorang ahli psikologi klinis, Anita Sanz pun menemukan fakta akurat dalam film ini. Ia mengungkapkan, saat ini masyarakat hanya memiliki terfokus pada satu emosi saja: kebahagiaan. Orang-orang ingin selalu terlihat bahagia dan mengingat sebuah kebahagiaan yang pernah dialaminya di masa lalu, terutama di media sosial. Padahal mengingat emosi lain, seperti kesedihan, pun diperlukan untuk membentuk sebuah keseimbangan emosi dalam diri manusia. Seperti halnya Riley yang merasa bahagia ketika mengingat memori kesedihan yang pernah ia alami.
Pesan yang ingin disampaikan dalam film ini adalah biarkan emosi dalam diri manusia mengalir begitu saja agar tercipta sebuah keseimbangan. Seseorang tidak bisa terus-menerus bahagia dan hanya mengingat kebahagiaan yang pernah ia dapatkan. Kadang kala ia pun harus merasakan dan mengingat emosi lain, seperti kemarahan, ketakutan, dan kesedihan yang pernah ia alami. (Nashokha)
KOMENTAR