Di Indonesia, 43,1% pengguna internet berkisar pada usia 18-23 tahun. Data ini menunjukkan bahwa para pemuda telah menggunakan internet sebagai kebutuhan primer mereka. Mereka lebih senang mencari segala sesuatu yang bersumber dari jejaring sosial, sebab hal ini dirasa lebih efisien tanpa harus mengeluarkan banyak tenaga. Ketika berbicara pemuda, tidak lepas dari mereka yang sedang menggeluti pendidikan di perguruan tinggi.
Mahasiswa dengan segala aktivitasnya seringkali
diidentikkan dengan sesuatu yang berbau intelektual. Sehingga dalam proses
intelektualitasnya, mahasiswa dituntut berperan aktif dalam pengkajian dan
penelitian yang berbasis data.
Era internet sebagai alternatif yang menawarkan
ketersediaan data yang melimpah, dapat diunduh kapan saja dan di mana saja,
serta dianggap sebagai solusi instan. Padahal data di internet sudah jelas-jelas
kurang lengkap dibandingkan data dari buku-buku di perpustakaan. Tentu, hal ini
akan mempengaruhi kualitas sumber referensi karya ilmiah.
Banyak perbincangan di luar, bahwa
mahasiswa sekarang sedang mengalami krisis wacana dan analisis mendalam atas
sesuatu. Ini dikarenakan perubahan psikologis, dampak dari kecanduan gadget. Sehingga
sifat malas untuk mengerjakan sesuatu yang cenderung sulit seperti mencari dan
membaca buku pun tak terhelakkan lagi.
Wacana dan mahasiswa merupakan suatu
kesatuan. Dalam prosesnya, aktivitas komunikasi
adalah kata kunci saat individu saling berinteraksi. Namun
jika komunikasi tidak terjalin, sudah barang tentu hasilnya tidak akan sesuai, Hawthorn (1992). Dengan adanya pertukaran wacana mahasiswa akan memunculkan
pemikiran baru, namun hal ini tidak ada lagi karena mahasiswa lebih suka
membuka internet yang lebih mudah.
Mahasiswa menjadi apatis karena
menolak kesempatan untuk berkembang. Dalam dunia kampus, kesempatan
berkembang bisa melalui wahana untuk mengembangkan potensi yang sudah ada dan
membudaya seperti halnya berorganisasi.
Organisasi sendiri bisa menjadi
langkah awal yang bisa mengantarkan mahasiswa ke masa depan yang baik, meskipun
tidak ada jaminan tertulis. Dalam organisasi, terdapat banyak tempat untuk bisa
belajar dan mengasah skill, meski hanya sekadar belajar berbicara dengan orang
lain, menyampaikan argumen atau manageman teknis acara. Tidak bisa dipungkiri
juga ketersedian organisasi sangat penting peranannya bagi mahasiswa.
Fasilitas kampus yang memadai pun
layak dijadikan bahan evaluasi, karena hal ini menyangkut kelancaran pengembangan potensi
mahasiswa. Adanya kurikulum yang mendukung bagi kemajuan mahasiswa yang
memberikan pengertian dan pemahaman tentang berpikir kritis, tidak
monoton, menjadi motivasi tersendiri dalam mengasah kemampuan berpikir seorang
mahasiswa agar semakin berkualitas dan punya nilai bagi masyarakat, bangsa, dan
negara.
Pada hakikatnya, ketika mahasiswa menjadi sarjana merupakan sebuah kebanggaan sekaligus tantangan. Betapa
tidak, karena tanggung jawab yang diemban begitu besar, mahasiswa
digadang-gadang sebagai agen perubahan sosial yang lebih baik, menjadi
seorang yang dapat memberi solusi bagi permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat atau negara.
Banyak dari aktifis terdahulu
mengungkapkan bahwa mahasiswa sekarang cenderung apatis dan hilang nalar
kritisnya. Kenapa demikian?
Berpikir kritis adalah ciri dari
status seorang yang diakaui sebagai mahasiswa. Untuk menunjukkan identitas dirinya
sebagai mahasiswa, mereka harus berusaha memanfaatkan dan mengembangkan
potensinya, idealis dalam argumennya dan berpikiran demokratis.
Berpikir kritis sebagai kegiatan berpikir
yang tinggi, yang meliputi kegiatan menganalisis, mensintesis, mengenal
permasalahan dan pemecahannya, menyimpulkan dan mengevaluasi, Anggelo 1995
(arief achmad 2007). Jika sifat kritis hilang, tentu masalah-masalah akan
dibiarkan. kebijakan pemerintah yang sewenang-wenang akan semakin merajalela.
Di tengah kemajuan zaman dan tantangan
melawan malas, seakan wajib hukumnya bagi mahasiswa untuk berpikir kritis,
sebab selain mahasiswa tentunya sudah banyak
kesibukan yang diurusi.
Ada adagium yang mengungkapkan bahwa
“Nasib suatu kaum berada di tangan kaum itu sendiri”. Kamu merasa mahasiswa?
Sudah menyadari beban beban berat yang kalian sandang? Apakah internet sudah
mengajarkanmu untuk tidak takut dosa? Cobalah untuk merenung sejenak pada masa
depan masyarakat dan negaramu. [Djican]
KOMENTAR