Semarang-ideapers.com- Merasa belum memiliki metode pengolahan
data yang mumpuni, muncul inisiatif di antara kru untuk meningkatkan metode
pengolahan data di LPM IDEA. Menindaklanjuti gagasan tersebut, Mochamad
Saifudin, Pimpinan Umum LPM IDEA periode 2015, mengajukan permohonan kerja sama
tentang pelatihan metodologi riset kepada media nasional, Kompas. “Kami
menganggap Kompas memiliki prinsip-prinsip jurnalisme yang disiplin,” tutur pria
yang biasa dipanggil Ivo tersebut. Setelah menunggu selama kurang lebih dua
bulan, akhirnya Kompas bersedia memberikan pelatihan jurnalistik yang bertajuk
“Pelatihan Pengenalan Jurnalistik Presisi dan Penulisan Resensi Buku Bareng Kompas”.
Seperti yang telah dijadwalkan sebelumnya, pelatihan
tersebut dilaksanakan selama dua hari (19-20/01/16). Pada hari pertama (19/01),
Ignatius Kristanto, memperkenalkan jurnalistik presisi kepada kru LPM IDEA. Ia
menuturkan bahwa jurnalistik presisi berbeda dengan jurnalistik konvensional.
“Jurnalistik presisi lebih akurat dalam menggambarkan suatu peristiwa, karena
didasarkan pada data statistik,” ujar Manajer Litbang Kompas itu. Data
statistik tersebut, lanjut Kristanto, didapatkan melalui survei atau polling,
maupun eksperimen.
Ali Khafidin, salah satu peserta, mengaku terkesan mengikuti
pelatihan tersebut. Ia mengira belajar polling itu susah, namun setelah
memperhatikan dengan seksama ternyata terasa lebih mudah. “Mungkin cara
penyampaian dari Pak Kristanto yang bagus. Setelah diberi teori kami diajak untuk
mempraktekkannya dengan melakukan riset langsung kepada peserta lain,” jelas kru
LPM IDEA angkatan 2014 itu.
Hari kedua (20/01), pelatihan dilanjutkan oleh Yohanes
Krisnawan mengenai resensi buku. Dalam penyampaian materinya, ia mengungkapkan bahwa
pembaca sering menganggap remeh rubrik resensi buku. “Padahal rubrik itu sama
pentingnya dengan analisis utama,” aku Krisnawan.
Krisnawan pun sangat terkesan datang ke Semarang dan bisa
memberi materi kepada awak LPM IDEA. “Kesan saya pada anak-anak Idea sangat
antusias. Di musim liburan seperti ini, kru tetap hadir dan jumlahnya banyak
pula,” ungkap Mas Wawan, panggilan akrab peneliti utama Kompas itu.
Lebih lanjut, Saifudin berharap acara semacam ini bisa
diselenggarakan kembali oleh kepengurusan selanjutnya. “Saya pun berharap
kawan-kawan segera melakukan follow up dengan melakukan survei sungguhan,”
pungkas pria asal Bojonegoro tersebut. (Yuli/IDEA)
KOMENTAR