![]() |
Foto: metrosemarang.com |
Kenapa kaki harus selalu menyapu
setiap serangan? karena kejahatan tidak pernah redup. Kenapa pendekar harus
selalu pasang kuda-kuda mereka? karena kita tidak tahu kapan kejahatan akan
menyerang.
Itulah
penggalan dialog antara Syekh Jangkung dengan Kalong dalam pentas teater
“Santri-Santri Khidir” oleh Teater Q UIN Sunan Ampel Surabaya di Audit I kampus
I UIN Walisongo Semarang, Jumat (19/05).
Naskah
karangan EmHa Ainun Najib itu dipentaskan selama 90 menit dengan beragam komentar
dari penonton saat diskusi usai pementasan. Kebingungan dialami oleh mahasiswa
Universitas PGRI Semarang Fatimah terhadap aktor santri yang mukanya ditutup
kerudung. Dialog yang terkesan monoton juga menjadi salah satu masukan dari
pegiat teater Metafisis Fakultas Ushuluddin UIN Walisongo Semarang Ahmad
Ghozali.
“Meskipun
demikian kita patut mengapresiasi pementasan dari sedulur teater Surabaya ini,”
kata mahasiswa semester 6 itu.
Naskah
Santri-Santri Khidlir dibuat pada zaman orde baru yang kental dengan kekastaan.
Kenyataan itu dinilai masih berlangsung hingga kini. “Bahwa Orde Baru masih
sangat kental dengan kekastaan yang di sini digambarkan dengan Kerajaan
Mataram. Kemudian dilahirkannya mitologi santri-santri khidlir yang akan
meruntuhkan kekastaan Mataram,” kata sastrawan Surabaya sekaligus senior dari
Teater Q Dodi
Dalam
cerita, santri-santri dibungkam. Tugas mereka hanya menjalankan tugas yang
diembannya. “hal itu masih saja berlaku
di Indonesia sekarang. Rakyat tidak bisa berkata atau melakukan apa-apa, mereka
hanya bisa berontak dengan hati mereka, tidak dengan tindakan real mereka,”
ungkap Dodi
Dekan
Fakultas Syari’ah UIN Walisongo Miftahul Arifin mengucapkan terima kasih
sekaligus permintaan maaf kepada Teater Q jika tidak dapat memberikan sambutan
yang memuaskan.
“Sekilas
tentang pemahaman saya, naskah ini kalau dibahasakan ke bahasa akademik adalah
“Proletar sama Borjouis”, “ kata Arifin dalam sambutannya mengomentari naskah
Santri-santri Khidlir.
Pementasan
itu terselenggara atas kerja sama dengan Teater Asa Fakultas Syariah UIN
Walisongo Semarang. Malam itu juga rombongan dari UIN Surabaraya langsung
berpamitan pulang.
“Malam
ini kami harus langsung pulang ke Surabaya, karena itu kami hanya bisa pentas
selama 90 menit tambah diskusi bareng,” tutur Iqbal Waziri selaku Sutradara.
[Islah/ IDEA]
KOMENTAR