Semarang, IDEAPERS.COM – Jaringan internet menjadi kendala utama mahasiswa dalam mengikuti perkuliahan daring di masa pandemi covid-19. Demi mendapatkan kualitas sinyal yang mendukung perkuliahan, tidak jarang mahasiswa yang memutuskan pergi mencarinya, bahkan ke tempat yang berbahaya.
Kondisi ini pernah dilakukan Try Ulan, mahasiswi UIN Walisongo asal Berau, Kalimantan Timur yang mengalami susah sinyal di rumahnya. Ketika butuh sinyal untuk kuliah, Try mengaku sering pergi ke sawah atau sungai yang jaraknya kurang lebih setengah jam apabila ditempuh dengan berjalan kaki.
“Kalo ke sungai (bernama segah) biasanya saya naik sampan mas, kuliah di atas sana. Kadang sesekali ada buaya yang tiba-tiba muncul trus aku foto-foto gitu. Saya gak takut sih kalo buayanya cuma satu, tapi kalau banyak saya ajak sepupu saya untuk menemani,” tutur mahasiswi prodi ilmu Al-Qur'an dan tafsir Kepada IDEAPERS.COM, Minggu (05/09/21).
Ia mengatakan, masalah sinyal ini sudah ia rasakan sejak SMA, tepatnya sejak pertama kali diterapkannya pembelajaran daring. Hal ini dikarenakan desanya sendiri terletak jauh dari perkotaan dan merupakan daerah persawahan.
Perjuangan yang Try lakukan, seperti kuliah di sungai bersama buaya, adalah wujud pengabdiannya kepada orang tua yang telah memotivasinya. Pesan orang tuanya selalu ia ingat di saat menghadapi kesulitan.
“Nak, yang kuat. Berdo'a supaya Tuhan ringankan masalah mu. Sebisa mungkin, jangan pernah kamu merepotkan orang. Usaha sendiri. Jangan jadi orang lemah," ungkapnya menirukan kata-kata ibunya.
Selain Try, masalah susah sinyal juga dirasakan Joan Aryansyah, mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI). Ia mengatakan hal ini karena provider yang ia gunakan sering mengalami lost connection. Agar dapat mengikuti kuliah ia biasanya ke kantor balai desa untuk menumpang wifi.
“Kalau sinyal tiba-tiba hilang biasanya saya menunggu sampai jaringannya stabil, jika dirasa sudah terlalu lama, alternatif lainnya saya pergi ke kantor desa untuk numpang wifi meskipun jaraknya lumayan jauh,” ungkap mahasiswa asal Labuhan Batu, Sumatra Utara, Jumat (27/08/21).
Joan mengatakan, pernah beberapa kali melaporkan keluhannya tersebut kepada dosen pengampu. Ada beberapa dosen yang merespons baik dengan beralih menggunakan media pembelajaran lain. Namun ada juga sebagian dosen yang tetap menggunakan Google Meet.
“Ada sih beberapa dosen yang tetap stay menggunakan meet, dengan alasan agar pembelajaran lebih aktif dan tidak malas-malasan,” ungkapnya. [Rep. Imam, Farhan, Pujiati/ Red. Siti]
KOMENTAR