
Ayo! tapi yang bukan 'ayo' lirik lagu dan rayu belaka. Tapi 'Ayo' pada yang tak terbatas.
Chairil si binatang jalang itu jasadnya telah terkubur di usianya yang ke 26 tahun. Tapi suaranya masih ada di lembah-lembah dan langit negeri yang lahir dari darah yang ada di ujung runcing bambu hampir seabad lalu.
Chairil terlalu berani membuat perjanjian dengan Bung Karno. Tapi Chairil memang seperti tak kenal 'cemas' pada 'hari'. Hari yang dengan esok akan ada cerita yang beda dengan hari ini.
Chairil muda pernah larut dalam Api dan laut Soekarno 1948 tiga tahun setelah merdeka. Sehingga ia membuat perjanjian di dalam puisinya;
Ayo! Bung Karno kasi tangan mari kita bikin janji
Aku sudah cukup lama dengan bicaramu dipanggang diatas apimu, digarami lautmu
Dari mulai tgl. 17 Agustus 1945
Aku melangkah ke depan berada rapat di sisimu
Aku sekarang api aku sekarang laut
Bung Karno! Kau dan aku satu zat satu urat
Di zatmu di zatku kapal-kapal kita berlayar
Di uratmu di uratku kapal-kapal kita bertolak dan berlabuh
(1948)
Chairil telah menjadi Chairil hingga kini. Dan "Ayo!" apinya masih membara dan lautnya masih abadi dengan garang ombaknya usia muda Chairil dalam membaca hari.
Bicara tentang sikap dan api di dalamnya seperti Chairil dan Bung Karno, menarik juga untuk membaca simbol yang terlihat tak sempurna tapi berani bersikap yang tidak sederhana. Gus Dur, kita sama-sama mengenalnya.
Gus Dur menjangkau, melintasi gerbang dan pagar, jadi tak berhingga, untuk menjabat tangan mereka yang diasingkan di luar meski di dalam itu. Bisa ditarik kemungkinan bahwa ini tentang kecil atau besarnya api iman.
Iman bagi Gus Dur bukanlah sebuah benteng-benteng kokoh dan tertutup, yang dilengkapi senjata, untuk menangkis segala hal yang diasumsikan sebagai musuh.
Iman bagi Gus Dur adalah sebuah obor yang dibawa di dalam pendakian dan gelap jalanan. Sebagai suluh adalah tatkala seorang yang beriman tak takut menemui yang berbeda dan yang tak terduga.
Gus Dur berani membawa obor di lapangan yang sekian lama haram untuk dipasang lampu. Gus Dur seperti berkata; Ayo! jangan buta! sebab Islam datang sebagai jalan dan penerang.
"Ayo!" Chairil, Bung Karno, Gus Dur bukan main-main. Dan kini, kita sedang hidup bersama suara
"Ayo!" tapi ternyata itu ajakan jual beli dan tentang komoditi. Entah kemana "Ayo!" tiga orang tanpa batas itu kini sembunyi.
Ayo Chairil, Bung, Gus, bagaimana kalau kita buat perjanjian? [k]
KOMENTAR