![]() |
Dakwatuna.com |
Maraknya tren poligami saat ini justru salah diartikan dan digunakan sebagai kepentingan pribadi dan nafsu sesaat. Seolah menjadi wabah, praktik poligami berkembang dengan asumsi menghidari perbuatan yang dilarang seperti perzinaan. Banyak yang dengan mudah memberikan pemaknaan 'sah' melakukan poligami tanpa meminta persetujuaan istri yang bersangutan. Pemaknaan inilah yang salah kaprah diartikan masyarakat dan melanggar ketentuan agama.
Poligami bukan sekadar hubungan sanggama saja. Di dalmnya juga terdapat nilai ibadah yang harus diperhatikan dengan saksama agar tidak terjebak dalam pemaknaan tunggal sebagai pemenuhan kebutuhan seksualitas dan kesenangan belaka. Sehingga menimbulkan rasa khawatir dan ketidaknyamanan jangka waktu yang lama.
Kesan yang timbul dari poligami, pasti berkenaan dengan materi, kedudukan dan kekuasaan. Hal ini sontak menjadi transaksional dalam praktik poligami. Membuat pengukuran tingkat kepuasan dan kesiapan untuk berbuat adil. Menimbulkan konsekuensi retaknya hubungan rumah tangga serta memunculkan konflik kekerasan yang bisa terjadi.
Pemaknaan poligami dalam lingkup agama, masih tergolong minim. Hal itu dikarenakann tidak semua orang mampu mengnyampingkan ego sesaat.
Bersinggungan dengan kepuasan manusia, tidak bisa dituntaskan dengan menjadikannya bersikap adil. Banyak yang cenderung bersikap melampaui batas. Merasa apa yang menguntungkan bagi pribadinya akan dikejar dengan cara apapun untuk medapatkannya.
Islam menawarkan jalan alternatif terhadap sesuatu yang menimbulkan hal negatif. Poligami bukan sesuatu yang haram dilakukan, namun alangkah baiknya jika tidak mampu bersikap adil cukup dengan monogami saja. Sebuah alternatif yang dapat menolong dan menjauhkan seseorang dari kenistaan dan kehancuran kedepannya.
Memikirkan sesuatu dengan matang akan membuahkan hasil yang tidak jauh dari harapan. Tanpa perlu menjebak menggunakan dalil agama dan memanfaatkan dalih sunnah nabi jika berlaku adil pada diri sendiri belum mampu.
Praktik poligami yang salah kaprah hanya akan menambah inverstasi masalah kedepannya. Akan ada pihak yang dikecewakan dan diperlakukan tidak sama sehingga tidak ada penerapan nilai kemanusiaan yang sesungguhnya. Dan akan berakhir dengan memberikan pemaknaan yang tidak sesungguhnya pada poligami, hanya akan memberikan makna Islam sebagai transaksi seksualitas. [Firda]
KOMENTAR