Kepercayaan terhadap mitos masih sangat melekat di
pulau Jawa, terutama di pedesaan karena kebudayaannya yang masih kental, juga
masih menjalankan tradisi-tradisi terdahulu. Namun setelah modernisme dan
westernisasi datang, semua berubah.
Kini, karena pengaruh modernisme yang tak terbendung,
kita menganggap mitos yang ada hanya sekedar cerita nenek moyang saja. Kemudian
akan lenyap ditelan zaman suatu hari nanti.
Mitos sendiri merupakan cerita rakyat yang dianggap
benar-benar terjadi serta dianggap suci, oleh masyarakat dijadikan sebagai
pedoman hidup atau hukum tidak tertulis yang mengatur perilaku masyarakat.
Endraswara (2003) Kehidupan orang Jawa banyak dipengaruhi mitos dengan paham
kejawen, mitos yang ada berkaitan dengan keyakinan atau kepercayaan.
Masyarakat Jogja dan sekitarnya misalnya, mempercayai
gunung Merapi memiliki penunggu ghaib yang memiliki hubungan erat dengan
keraton Jogjakarta, kondisi ini diperkuat dengan adanya penempatan juru kunci. Tugas
juru kunci sebagai pemimpin dalam ritual-ritual seputar gunung Merapi, ritual
itu diadakan untuk membuat keseimbangan antara kerajaan Jawa dan kekuatan besar
kerajaan ghaib di gunung Merapi. Ritual yang dimaksud adalah upacara selamatan labuhan
(persembahan) setiap tahun pada tanggal kelahiran Sri Sultan Hamengkubuwono
X, setiap tanggal 30 Rajab.
Masyarakat sekitar meyakini, selain gunung Merapi
ditempati oleh manusia, juga ditempati oleh makhluk-makhluk halus. Penduduk
percaya gunung Merapi memiliki tempat-tempat sakral, yang dipercaya dijaga oleh
mahluk halus sehingga harus dihormati. Penduduk diberi pantangan melakukan penebangan
pohon, merumput, atau memindahkan benda-benda yang ada di wilayah tersebut.
Selain itu ada pantangan untuk tidak berbicara kotor, kencing, bahkan buang air
besar sembarangan, karena akan mengakibatkan penunggu gunung tersinggung.
Mitos yang berkembang telah mempengaruhi masyarakat
yang ada, menjadi pola kehidupan yang dipercaya dan ditaati agar tidak menemui
bencana atau pun musibah yang tak diharapkan. Rasa kepercayaan yang ada telah
menunjukan kehati-hatian masyarakat untuk tidak bertindak sembarangan.
Di balik mitos atau kepercayaan masyarakat yang ada di
sekitar gunung menunjukan adanya keselarasan dan keseimbangan hidup dengan
alam. Diwujudkan dengan denagn menjaga lingkungan, dengan tidak menebang pohon
sembarangan, merumput, dan mengambil benda-benda di gunung untuk keperluan
manusia secara tidak wajar.
Begitu pula dengan tidak berbicara kotor, bermakna agar
setiap perkataan yang terucap dapat bermanfaat tidak menyinggung perasaan orang
lain. Serta kencing atau buang air besar sembarangan akan mengakibatkan aroma
yang tidak sedap yang dapat mengganggu kenyamanan sesama pendaki gunung.
Orang ramai-ramai datang ke gunung untuk berwisata dan
menikmati keindahan alam. Namun banyak yang lupa dengan adanya keyakinan
penduduk sekitar dengan mengabaikan segala bentuk mitos yang diyakini
masyarakat. Para pendaki banyak yang meninggalkan sampah sembarangan sehingga
hanya menyisakan kerusakan ekosistem lingkungan.
Modernisasi pada dasarnya sebagai jalan untuk berubah
ke cara yang lebih baik, serta westernisasi menjadi pertukaran budaya yang
dapat diaplikasikan secara bijaksana. Agar tercipta kemajemukan tanpa mengalahkan
identitas budaya yang orisinil dari salah satu golongan.
Memang, tidak ada yang mewajibkan untuk menjaga sebuah
mitos, namun lebih kepada pemaknaan dan penghayatan bahwa kebahagian hidup manusia
adalah manusia yang dapat bahagia dengan alam dan Tuhan. [Djicant]
KOMENTAR