Semarang-IDEAPers.com-Minggu (23/3), Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
(FITK) IAIN Walisongo mengadakan Stadium General dengan tema “Pendidikan
Karakter”. Acara ini diselenggarakan untuk memperingati Hari Ulang Tahun (HUT )ke-41
FITK dan HUT ke-44 IAIN Walisongo. Acara yang bertempat di Audit II Kampus III
itu dihadiri Ahmad Hasyim Muzadi, Sekjen Internasional Conference of Islamic
Scholars, sebagai pembicara utama, serta didampingi oleh M. Nur Cholis Setiawan
MA, Direktur Pendidikan Madrasah Kemenag RI.
Peserta terlihat antusias mengikuti
acara yang dimulai pukul 8 pagi, beberapa peserta pun terlihat lesehan, karena
tak mendapatkan tempat duduk. “Pesertanya banyak juga yang dari luar Tarbiyah,
saya saja Ushuluddin. Dan alhamdulillah saya dapat tempat duduk, namun kasihan
kawan-kawan yang lain. Itu yang pada duduk ngglesot di belakang,” tutur
Arif, mahasiswa semester empat jurusan Tafsir Hadis.
Namun, ternyata tidak secara
keseluruhan acara ini berjalan lancar. Buktinya Ainun, salah satu mahasiswa kualifikasi
semester enam jurusan Tadris Matematika mengeluhkan masalah soundsystem
yang kurang jelas didengar. “Pada saat intinya soundnya malah kurang
mendukung,” tegasnya.
Dalam sambutannya, Muhibbin Noor, rektor
I IAIN Walisongo mengatakan bahwa problem pendidikan adalah bangsa kita sendiri.
Maka dari itu, perlu adanya pendidikan karakter. “Maka acara seperti ini sangat
penting untuk meningkatkan kualitas SDM pendidikan bangsa,” terang beliau.
Sedangkan Suja’i, Dekan FITK, dalam sambutannya berharap semoga acara
tersebut dapat membangun generasi yang unggul dan amanah. “Untuk itu mahasiswa
diharapkan bisa menjadi generasi yang unggul dan amanah untuk masa depan,”
tandasnya.
Hal ini pula menjadi penekanan
pembicaraan Muzadi, yaitu tentang pentingnya kejujuran. “Kita perlu menjunjung
tinggi kejujuran, jangan sampai kalah dengan orang-orang kafir yang malah lebih
jujur,” tegas pria berkacamata itu.
Muzadi menambahkan bahwa yang paling
utama dalam pendidikan karakter adalah khosyatullah atau takut dan taat kepada
Allah. “Karena tidak semua ahli imu itu bertanggung jawab atas ilmunya, baik ilmu
itu bersifat normatif (hukum dan agama) maupun bersifat instrumental (teknis
dan tekhnologi). Keduanya memerlukan responsibility of knowledge,”
tegasnya panjang lebar.
“Orang yang merusak ekonomi itu
bukan orang yang bodoh masalah ekonomi, tapi orang yang pandai ekonomi’’, pungkas
Muzadi. (Bagus-IDEA)
KOMENTAR