Doc. kontan.co.id |
Sepanjang tahun 2017 jumlah minimarket di kota Semarang mencapai hampir 500 unit. Jumlah tersebut masih memungkinkan bertambah selama pemerintah belum mengendalikan kuantitasnya (tribunjateng.com, 6/6/17). Kondisi ini dapat mengancam kelangsungan hidup pedagang kecil dan pasar tradisional di sekitar minimarket.
Pemerintah memang telah menentukan peraturan jarak minimal pendirian minimarket sejauh kurang lebih satu kilometer dari pasar tradisional. Lebih dari itu, pengusaha minimarket harus mendapatkan persetujuan berupa tanda tangan dari warga sekitar dalam radius yang telah ditentukan. Namun, apakah pihak pengusaha minimarket telah mematuhi peraturan tersebut?
Faktanya tidak semua pengusaha minimarket menggubris peraturan ini. Selama ada lahan strategis, pengusaha minimarket akan mendirikan bangunan tanpa mempedulikan nasib pedagang kecil di sekitarnya. Pada bulan Juli 2017 DPRD kabupaten Semarang merekomendasikan kepada Bupati untuk menutup 13 minimarket yang tidak memiliki izin pendirian. Sedangkan 54 minimarket lainnya, diminta tutup sementara karena belum memiliki izin lengkap, (kompas,14/7/16).
Dalam tataran nasional pemerintah bertekad mengendalikan pertumbuhan minimarket dengan menerbitkan peraturan yang lebih tegas Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, menegaskan pemerintah akan mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) untuk menghambat pertumbuhan minimarket (okezone.com, 30/5/17). Pada kenyataannya sampai saat ini Perpres belum diterbitkan.
Branding Ulang
Jika dibandingkan, terdapat tiga hal yang paling kontradiktif dari pasar tradisional dan minimarket. Pertama, dari segi harga, sebagian besar minimarket di Indonesia menawarkan harga yang lebih stabil dibandingkan harga produk di pasar tradisional. Misalnya momentum bulan Ramadhan, ketika harga barang di pasar tradisional mengalami kenaikan, harga barang di minimarket justru lebih stabil. Bahkan pihak minimarket memberikan diskon besar-besaran untuk beberapa jenis barang tertentu.
Kedua, minimarket menyediakan pelayanan yang lebih ramah dan memuaskan dibandingkan pasar tradisional. Pembeli dilayani oleh pegawai yang ramah dan tidak ribet tawar-menawar harga. Bahkan pembeli yang males keluar rumah bisa menggunakan jasa delivery. Berbagai kemudahan pelayanan yang tidak dijumpai kebanyakan pasar tradisional.
Ketiga, dari sisi fasilitas minimarket lebih memberikan kenyamanan berupa tempat yang lebih bersih dan ber-AC. Pembeli tidak perlu berdesakan di tempat yang kumuh dan becek seperti di pasar tradisional. Dengan segala kontradiksi di atas, mampukah pasar tradisional bersaing dengan minimarket? Rasanya pemerintah perlu membranding ulang pasar tradisional diimbangi dengan inovasi para pedagang.
Di balik semua kelebihan dan kemudahan minimarket terdapat monopoli perekonomian yang merugikan pedagang kecil dan pasar tradisional. Semua transaksi ekonomi akan mengalir pada seseorang atau golongan pemegang otoritas tertinggi dalam sebuah perusahaan minimarket. Jumlah tenaga kerja yang terserap tidak sebanyak di pasar tradisional.
Minimarket juga melakukan monopoli harga tanpa disadari masyarakat. Seperti yang diungkapkan oleh menteri perdagangan, Enggartiasto Lukita, minimarket memiliki modal yang lebih besar dibarengi dengan akses langsung ke pabrik. Sehingga minimarket mampu mendapatka harga lebih rendah dalam jumlah banyak. Sedangkan pasar tradisional tidak memiliki akses modal yang besar (sindonews.com, 4/10/17).
Gagasan Ekonomi Kerakyatan
Melihat kesejangan sistem perekonomian seperti di atas, sang proklamator, Moh. Hatta telah merumuskan gagasan ekonomi kerakyatan. Gagasan ini menekankan pada permusyawaratan dan kemaslahatan bersama. Semua masyarakat memiliki kedudukan yang sama, berbeda dengan sistem kapitalisme yang meninggikan pemilik modal besar.
Moh. Hatta memandang pemenuhan kebutuhan ekonomi masyarakat sebagai tujuan utama, sementara keuntungan hanya menjadi bonus. Sehingga semua lapisan masyarakat terlibat dalam sebuah sistem perekonomian yang berasal dari, untuk, dan kepada rakyat.
Sistem perekonomian yang seperti ini tidak dijumpai dalam monopoli minimarket seperti yang telah dijumpai di atas. Sayangnya gagasan Moh. Hatta tersebut tidak sejalan seperti apa yang diharapkan oleh sang proklamator. Beberapa kalangan melencengkan pemikiran ekonomi kerakyatan yang digagas Moh. Hatta. Sehingga konsepnya berubah mendekati sistem kapitalisme pada umumnya.
Kehadiran minimarkat bagaikan pedang bermata dua. Jadi, masihkah Anda berminat berbelanja di minimarket? Di satu sisi minimarket menyumbang pemasukan daerah dan menyerap tenaga kerja muda. Di sisi lain, kehadiran minimarket juga “membunuh” eksistensi pasar tradisional dan seluruh masayarakat yang terlibat di dalamnya. [Iffa]
KOMENTAR