Ahmad Tajuddin Arafat (kiri) bersama istri serta anaknya |
Semarang, IDEApers.com - Mahasiswa alumni Taswiquth Thullab Salafiyyah (TBS) Kudus, Ahmad Tajuddin Arafat berhasil menjadi wisudawan terbaik program doktor (S.3) UIN Walisongo ke- 14. Dalam Surat Keputusan (SK) yang ditandatangani langsung oleh Rektor UIN Walisongo, Muhibbin, disebutkan, Tajuddin Meraih Index Prestasi Kumulatif (IPK) tertinggi program doktor UIN Walisongo dengan skor sebesar 3.77.
Dosen Fakultas Ushuluddin dan Humaniora (FUHum) ini mengaku, awalnya ia sempat meninggalkan disertasinya karena ditugaskan universitas untuk mengawasi mahasiswa ketika Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Bandungan, Getasan, Banyu Biru, dan Sumowono kabupaten Semarang bersama dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) tahun 2016 lalu.
"Sempat mangkrak setahun disertasisnya," tegas Tajuddin ketika diwawancarai kru IDEApers.com di kediamannya, Rabu (26/07/17).
Tajuddin juga menilai dirinya sangat sulit untuk mengatur waktu bekerja dan mengerjakan disertasi sehingga membuat proses pembuatannya semakin lama serta membuat istri tercintanya marah.
"Kata istri saya, saya harus fokus sama tugas, tapi saya tidak boleh mengurangi kegiatan bersama keluarga," ujarnya.
Tidak hanya itu, Tajuddin juga mengaku bahwa kegiatan yang padat membuat dirinya harus ekstra dalam membagi waktu antara keluarga, pekerjaan, serta disertasinya. Ia pun rela menggunakan waktu istirahat di kantor sebagai kesempatan untuk tidur setelah semalaman membuat disertasi.
"Kalau enggak kaya gitu, wah, remuk badan saya mas," terangnya.
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa dukungan yang besar dari keluarga serta rekan-rekan dosen yang ada di FUHum membuat ia bersemangat untuk menyelesaikan disertasinya dan wisuda pada tahun ini.
"Zona Ushuluddin itu yang selalu memotivasi saya. Di sana, nalar itu dihargai mas," jelas pria kelahiran Jepara itu.
Ia pun berpesan kepada mahasiswa yang belum menyelesaikan studinya agar segera menyelesaikan dengan sungguh-sungguh dan selalu mengingat, bahwa kita punya batas waktu untuk berproses. Maka, jangan sampai waktu itu habis.
"Itu sama seperti kematian mas, ada waktunya, jadi jangan sampai kita mati duluan sebelum apa yang kita mau tercapai, gitu analoginya," tegas dosen FUHum itu. [Rep. Alan/Red. Abdi]
KOMENTAR